Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ceritaku Bersama Karumunting


Tumbuhan Karumunting / Harumonting / Lalau / Laulau

Karakteristik daerah adalah sebuah ciri khas yang ada didalam kehidupan masyarakat itu sendiri dan tidak dimiliki oleh daerah lain. Karakteristik tersebut harus diperlihatkan agar diketahui oleh alam sekitar kita. 

Dalam hal ini, akan menceritakan  salah satu kondisi kehidupan dimasa yang lalu, dan kenangan itu sampai kapanpun pasti akan tersirat bersama kehidupan yang saya jalani. Walaufun merantau di daerah lain, yang pasti tumbuhan yang satu ini, tidaklah dapat untuk dilupakan.
Tumbuhan apakah itu?
Namanya tumbuhan Karumunting, kalau bahasa daerah di tempat saya, namanya LALAU, ada juga yang menyebutkan nama tumbuhan ini LAULAU. 

Unik ya nama tumbuhan  ini, saya bingung mencari bahasa nasional tumbuhan ini, apa sebenarnya bahasa Indonesia tanaman ini. Ternyata menurut Google.com, memberikan jawabannya, KARUMUNTING. Hampir sama dengan bahasa si oppung(nenek/kakek) yang masih terlahir di zaman old, dia sebut nama tanaman itu HARUMONTING.

Karumunting, bukanlah ditanam masayarakat secara khusus, namun tumbuhan ini adalah tumbuhan alami, yang diberikan sang kuasa di daerah tersebut, tumbuhnya pun bukan dipekarangan masyarakat. Tumbuhan ini tumbuh berkembang sampai menghasilkan buah, dia berada disemak-semak yang hidup bersama dengan ilalang dan masih seluk belukar. Maklumlah, daerah disana masih seluk belukar masa-masa saya sekolah. Sekarang tidak lagi ya.. sekarang sudah maju, lampu listrikpun sudah masuk pada Tahun 2000.
Kondisi kehidupan KARUMUNTING yang tumbuh disemak belukar.

Beginilah cerita kebersamanku dengan KARUMUNTING pada masa-masa sekolah di pedesaan yang masih jauh dari perkotaan. Nama desanya Desa Simamora Nabolak Kecamatan Pagaran, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sunatera Utara.

Desa ini memiliki ragam nama dusun, dusun tempat saya tinggal, namanya Sitanduk. Lokasi sekolah di Desa Simamora ada di tengah wilayah, mungkin para orangtua zaman dulu sudah memiliki ide yang menjangkau dimasa mendatang. Agar setiap dusun tidak terlalu jauh dengan lokasi pendidikan. Dusun Sitanduk memiliki jarak kurang lebih 1,5 km. 

Untuk mendapatkan pendidikan, memang butuh perjuangan. Perjuangan itu ditunjukkan dari kondisi semangat juang yang memang melelahkan. Namun itu tidaklah jadi penghambat untuk tidak sekolah. Selama menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA, harus berjalan kaki agar bisa sampai ke sekolah. 

Kehidupan dikala itu, kenderaan bermotor adalah barang yang paling mahal dan sangat sulit untuk dimiliki. Kenapa sulit?  tentu karena barang itu sangat mahal. Memang sudah ada sih yang punya kenderaan roda dua pada masa itu, tetapi yang punya kenderaan itu hanyalah kepala sekolah dan Guru yang mengajar disekolah tersebut. Itupun Bapak Ibu Guru yang bertugas disana tidak semua punya kenderaan. 

Artinya, semua siswa-siswi sama sekali belum punya kenderaan, termasuklah saya sendiri. 😅😅😅😅😅😅😅, Dengan kondisi sperti ini, saya harus berjalan kaki bersama teman-teman. Baik itu SD, SMP dan SMA.
Dari rumah berangkat jam 6.15 Wib, sampai disekolah harus menempuh waktu 30 menit. Maklumlah, takut terlambat. Soalnya, kalau terlambat, pasti kita diberikan hadiah. heheheheeee...
Oppsssss...
Bukan hadiah yang menggembirakan ya...
heheheheee...
tapi...
hadiah gagang sapu, atau batang kayu kecil yang dipegang guru(zaman sekarang itu bahaya) namun dizaman saya, itu adalah peringatan agar dapat membentuk pribadi yang disiplin dan berkarakter. Dengan kondisi jarak sekolah dari tempat tinggal saya, setelah kuliah di salah satu UNIVERSITAS di PROVINSI SUMATERA UTARA, namanya UNIMED(Universitas Negeri Medan). Sayapun jadi terbentuk jadi seorang Pelari Jarak Jauh yang terlatih dengan Alam sebelum berlatih dengan ilmu Pengetahuan di Fakultas Ilmu Keolahragaan(FIK).

Masa sekolah, kalau tingkat SD pulangnya hampir sama dengan jadwal SMP dan SMA. SD kelas 1-2 itu pulang jam 12.
SD kelas 3-6 pulang jam 1.30
SMP dan SMA pulangnya jam 2.
Nahhh....lamaa juga yaa...
terus kita di kasih jajan ngak yaa..?
boro-boro dapat uang jajan, dari mana ceritanya bisa dapat uang jajan. Hal ini tidak lah mungkin terjadi, karena keadaan dan kondisi ekonomi orangtua yang sangat memprihatinkan. Uang sekolah saja bisa terbayar sudah syukur. Uang sekolah  saja pun terkadang masih macet, kadang malu sih, sebulan dua bulan pasti telat bayar, yang pasti dibayar juga, mau menjelang ujian Catur Wulan. 

Semasa SD, SMP dan SMA, Pulang sekolah pastinya diatas jam 12, rasa lapar pun sudah sampai ke ubun-ubun. Selama perjalanan sebelum sampai rumah, saya bersama teman-teman pasti melewati jalan yang masih semak-semak, disana pasti akan menemukan tumbuhan KARUMUNTING kita mencari buahnya yang sudah masak. Buah yang sudah masak tentu jauh berbeda dengan yang belum masak. Ciri-ciri buah yang sudah masak tentu warnanya biru kecoklat-coklatan. Kalau masih mentah, pasti buahnya warna hijau kekuning-kuningan.
Buah KARUMUNTING(HARUMONTING/LALAU) yang sudah matang, siap dipetik mengatasi rasa lapar.

Sebelum sampai dirumah, untuk mengatasi rasa lapar, buah ini harus dipetik sebagai makanan perdana sebelum makan nasi atau ubi dirumah.  Walaupun buah ini terkadang buat sakit perut. heheheheeeeee tetapi bagi perut yang sudah terbiasa tidak lah mengalami sakit. Hanya saja, pada saat buang air besar pasti akan susah, karena dapat mengeraskan kotoran dari dalam perut. Kalau dalam bahasa batak, namanya sambolbolon.  Heheheheheee...

Biar lebih jelas, beginilah buah dari KARUMUNTING(HARUMONTING/LALAU).
Buah KARUMUNTING(HARUMONTING/LALAU/LAULAU) yang sudahbdipetik siap untuk dimakan.

Jangan takut sambolbolon teman, orangtua sudah menyampaikan cara mengatasinya apa itu benar atau tidak namun sudah terbukti. Kalau kita makan banyak buah KARUMUNTING, satu buah harus di tusukkan pada ranting pohon KARUMUNTING tersebut. Hanya itu yang dipesankan, bagi yang lupa pesan, pasti susah buang air besar. 

Buah KARUMUNTING selalu bersamaku mengatasi rasa lapar. Begitulah ceritaku Bersama Karumunting.


Curup,   1 Juni 2018
Waktu.03.56 WIB
Oleh,

Hotlider